
By NV | 06 Agustus 2025
Indonesia tengah memasuki babak baru dalam arsitektur sistem keuangannya. Mulai 17 Agustus 2025, Bank Indonesia (BI) akan memulai uji coba Payment ID, teknologi identitas digital keuangan berbasis NIK. Tujuannya bukan sekadar integrasi data transaksi tetapi mengarah pada sistem keuangan yang terdigitalisasi penuh, dengan potensi transparansi total sekaligus risiko kontrol negara yang sangat luas.
Konsep Payment ID: Mengapa Penting?
Di tengah semakin kompleksnya lanskap keuangan digital—e-wallet, pinjol, social commerce, koperasi digital negara menghadapi kesulitan besar dalam memetakan profil ekonomi rakyatnya. Banyak individu tidak tersentuh sistem perbankan formal, namun sangat aktif secara digital.
Payment ID hadir untuk menyatukan semua jalur transaksi dalam satu identitas finansial. Ia menghubungkan:
– Rekening bank
– Akun e-wallet (OVO, GoPay, DANA, ShopeePay, dll)
– Transaksi bansos (BLT, PKH, PIP)
– Riwayat pinjaman (perbankan, pinjol, koperasi)
– Transaksi QRIS dan merchant UMKM
Dengan Payment ID, BI dapat melacak:
“Siapa kamu, berapa penghasilanmu, apa kebiasaan belanjamu, di mana kamu berutang, dan apa risiko keuangan mu?”
Teknologi di Balik Payment ID
Berikut adalah pondasi teknologis utama yang mendukung Payment ID:
Fungsi & Manfaat Payment ID (Versi Resmi)
1. Penyaluran Bantuan Sosial yang Lebih Presisi
Dengan Payment ID, pemerintah bisa mengirim bantuan langsung ke orang yang tepat. Tidak ada lagi bansos ganda atau salah sasaran.
2. Pemetaan Risiko Kredit Masyarakat
Kredit bermasalah (NPL) bisa dicegah lebih awal. Individu dengan banyak pinjaman dari beberapa platform akan mudah dideteksi.
3. Inklusi Keuangan Digital
Payment ID memberi akses resmi bagi warga non-bankable untuk diikutsertakan dalam ekosistem finansial.
4. Perencanaan Ekonomi Makro
Dengan data transaksi nasional real-time, pemerintah bisa mengatur subsidi, pajak, dan investasi daerah dengan presisi tinggi.
Risiko & Kontroversi: Di Balik Janji Efisiensi
1. Privasi dan Pengawasan Berlebihan
Payment ID menciptakan potensi pengawasan menyeluruh oleh negara atas semua aktivitas ekonomi warga. Ini menimbulkan kekhawatiran terkait:
– Apakah data akan disalahgunakan oleh pihak berwenang?
– Apakah warga bisa memilih untuk tidak ikut sistem ini?
2. Shadow Scoring dan Diskriminasi Keuangan
Dengan sistem profiling berbasis AI, bisa muncul risiko penilaian tidak adil terhadap individu. Misalnya, seseorang bisa sulit mengakses kredit hanya karena algoritma menilai "gaya hidupnya" tidak layak.
3. Keamanan Data & Kebocoran
Indonesia belum punya infrastruktur pertahanan siber sekuat negara maju. Data finansial yang terpusat rawan jadi sasaran serangan atau kebocoran internal.
4. Landasan Hukum Belum Kuat
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) baru diimplementasikan secara terbatas. Perlindungan hukum pengguna masih lemah, dan regulasi Payment ID belum mendapat pengawasan publik yang memadai.
Reaksi dari Masyarakat & Ahli
"Secara konsep bagus, tapi kita tidak boleh menyerahkan semua data ke negara tanpa jaminan pengawasan independen. Ini bukan cuma soal teknologi, tapi soal demokrasi."
— Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS
“Kalau tidak hati-hati, Payment ID bisa jadi alat ‘kredit sosial’ gaya baru. Masyarakat perlu diedukasi dan dilindungi.”
— Yose Rizal Damuri, CSIS
“Kami mendukung sistem yang memudahkan penyaluran bansos, asal bukan alat kontrol.”
— Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Komparasi Global: Apakah Negara Lain Sudah Menerapkan?
Indonesia berpotensi masuk dalam kelompok negara dengan sistem keuangan digital terkonsolidasi, namun dengan risiko demokratisasi data yang lebih rapuh.
Timeline Resmi Peluncuran
Referensi
– Kontan.co.id – Payment ID mulai 17 Agustus
– Pikiran Rakyat – Semua Transaksi Dilacak
– Tirto – Risiko dan kritik sistem Payment ID
– GNFI – Payment ID berbasis NIK
– BI Official – BSPI 2025 & Payment System Reform